12.19.2006

Portable Music Player

http://6ix2o9ine.blogspot.com

Siapa sih yang tak kenal musik? Bila telinganya berfungsi dengan normal, dapat dipastikan pasti mengenal musik. Selain itu, toh musik tidak melulu seperti yang kita biasa dengar. Bila musik didefinisikan dengan adanya irama, maka ikan paus menurut para ahli biologi kelautan pun mengenal musik.Tapi tentu saja ikan paus tidak memerlukan portable music player seperti manusia. Setidaknya sampat saat ini.

Portable Music Player (PMP) adalah salah satu temuan revolusioner yang mengubah wajah peradaban dewasa ini. Kebutuhan manusia untuk menghibur dirinya dengan musik tampaknya merupakan alasan utama terciptanya gadget ini. PMP dewasa ini dapat ditemui dlam berbagai ukuran, bentuk dan format, harga dan kualitas.

Semuanya dimulai saat Sony memperkenalkan Walkman di jalanan Ginza Tokyo di akhir 70-an. Akio Morita, sang godfather Sony Corp. yang pecinta berat musik, saat itu menginginkan sebuah PMP yang ringan, ringkas, dan murah. Lalu bersama para ahli di Sony, Akio Morita berhasil mewujudkan Walkman. Sebuah piranti pemutar musik dengan media kaset yang segera saja menjadi wabah di dunia. Siapa sangka, walkman kini menjadi nama generik untuk setiap PMP yang menggunakan kaset. Tak peduli apapun merknya, PMP tersebut dipanggil dengan nama Walkman. Sama nasibnya dengan Handycam untuk Camcorder, aqua untuk air minum kemasan, silet untuk pisay cukur.

Tahun 2000, adalah era booming gadget digital. Harga yang semakin murah dan kinerja yang semakin baik, membuat gadget digital mulai menjadi kebutuhan wajib untuk setiap orang. Ponsel (HP), kamera digital, televisi, radio, komputer, microwave, kulkas, dan banyak barang lama kelamaan dibirancang dan dibuat dengan menggunakan teknologi digital. Termasuk di dalamnya PMP.

Untuk PMP sendiri, revolusi terbesar adalah dengan ditemukan format MP3 (Motion Picture Experts Group 1, Audio Layer 3) di awal 1990an. Di mana pada saat itu orangbisa mendoenload lagu dari internet. Tentu saja awal tahun 90an di Eropa atau di Amerika sana. Sebab sepanjang yang saya ingat, format MP3 baru mulai banyak dibicarakan umum di Indonesia sekitar tahun 1995-1996. Itupun masih perlu komputer yang cukup tangguh. Seingat saya, minimal komputer setara Pentium 1 yang dapat memaiknkan musik dengan baik. PC dengan prosesor intel 486DX masih terengah-engah memainkan mp3.

Kini, format mp3 adalah format yang umum digunakan. Walau ada format terbaru AAc, Ogg Vorbis, dan lainnya yang dikeluarkan untuk menyaingi MP3, tetapi MP3 masih yang terpopuler. Setidaknya di Indonesia, di mana bisnis musik bajakan adalah pemandangan umum sehari-hari. Berbagai macam pemutar MP3 dapat ditemui. Baik itu berbentuk PMP seperti iPod, Creative Zen, atau dalam CD/VCD/DVD player. Bahkan kinio pun ermunculan ponsel yang selain dilengkapi kamera, juga dilengkapi PMP. Kualitas suara? Boleh diadu dengan stereo set hi-fi berat besar dan mahal yang pernah dipakai bapak-bapak atau kakak kita di tahun 1980-1990an. Suaranya lebih dari cukup. Keren!

Saat bekerja di Balikpapan, saya membeli 2 PMP. Yang pertama Portable CD Player, yang kedua USB Digital Music Player. Yang pertama, sperti halnya walkman, terlalu besar untuk di simpan di kantong celana, boros daya (2XAA Baterry), dan sering skip bila dibawa jalan. Selain itu tidak ada radio dan LCDnya hanya mampu membaca nomor track/angka, bukan judul/alfabet. Tapi mainan yang ini tidak tergantung pada komputer serta dapat memutar VCD. Kapasitasnya bisa untuk memainkan sapai 150 lagu dengan asumsi satu keping CD 700MB dapat memuat 150 lagu. Bila bosan CD lama, tinggal pergi ke kali lima, bisa beli CD bajakan terbaru dengan lagu-lagu baru juga.

Yang kedua, merk murah meriah, ukurannya kecil, lk. sebesar 2 ibu jari dewasa, ringan, mudah ditenteng, trendy, dan hemat daya (1XAAA baterry). Gadget yang kedua ini kapasitasnya hanya 512 MB, cukuplah untuk menampung 100-120 lagu mp3, sangat tergantung komputer untuk pengadaan lagu, tapi memiliki di dalamnya terdapat radio FM, voice recorder, serta dapat menapilkan nama artis dan judul lagu. Kelebihan lain, dapat dijadikan USB Stick/Flashdisk untuk menyimpan dan membawa data digital.

Tebak berapa harganya? Berkisar Rp, 225 Ribu rupiah untuk masing-masing gadget! Harga yang sangat murah untuk teknologi terbaru. Bayangkan, tahun 1994 saya pernah membeli Walkman Sony lengkap dengan radio dan recorder, juga dengan harga berkisar di Rp. 225.000!!! Bahkan, mungkin saat ini khusus untuk Digital PMP, dengan harga yang sama mungkin sudah didapat kapasitas yang lebih besar.

Yeah-yeah-yeahs, permasalahan yang utama adalah: alat-alat digital, termasuk MP3 Player, adalah piranti yang rentan dengan aktivitas pembajakan. Coba, siapa sih yang permah beli CD atau MP3 Orisinil? Seingat saya, terakhir kali saya membeli CD Audio orisinil adalah saat membeli album Iwan Fals du tahun 2003. Kaset terakhir yang saya beli adalah Forty Licks-nya Rolling Stones, Sinten Remen, dan Naif. Semuanya di tahun 2003, saat saya masih memakai 'walkman'Aiwa.

Sekarang? Uh, seperti saya bilang, tinggal jalan sebentar ke kaki lima. Beli CD MP3 bajakan, copy ke komputer, lalu copy ke Digital PMP. Beres. Atau, 'ngacak-ngacak' komputer teman, cari folder koleksi MP3nya, copy ke CD atau Digital PMP. Beres.BAhkan sringkali ada 'bonusnya': foto-foto porno atau video porno. Yeah, dunia digital, memang merevolusi banyak hal...

Rolling Stones

http://6ix2o9ine.blogspot.com

Minggu sore, kamar yang lama tak ditinggalkan, kembali dibenahi. Berbagai barang, buku, dan oh... sampul CD Sticky Finger dan Sampul kaset Forty Licks-nya Rolling Stones yang lama 'menguap' ternyata tergeletak dalam kotak sepatu yang berdebu.

Jadi teringat ribuan file musik digital (*.mp3) yang semakin menyesaki harddisdk dan sebagian masih berada dalam CD. Teringat pula akan kaset Si Rolling Stones yang memang hanya tinggal sampulnya saja. Isinya, entah ke mana. Tapi walaupun kasetnya ada, tentu akan bernasib lebih buruk. Sebab semenjak booming digital music, praktis kegiatan mendengarkan musik beralih dari cassette player ke komputer, cd player, juga mp3 player 512 Mb merk murah merah yang kubeli beberapa bulan lalu. Cassette player? Uh sudah entah kemana... Bangkainya saja sudah tak ada...

Kembali ke Rolling Stones. Group musik legendaris dari Inggris ini memang keren. Bahkan semenjak saya masih anak singkong di kampung. Tetangga, para anak muda waktu itu, dengan bangga memakai kaos bercorak Union Jack yang masih benderanya Inggris (yang kemudian dikenal sebagai kaos Inggris), atau kaos ketat bergambar 'biwir jeding -letah ngelel' (bibir memble, lidah menjulur) yang dikenal sebagai logo band Rolling Stones. Ini akhir 70-an dan awal 80-an, seingat saya. Dari casette player tetangga kiri-kanan-depan-belakang jeritan Mick Jagger dengan Honky Tonk Woman, Suzie Q, Dead Flower bersahut-sahutan. Sungguh masa kanak-kanak yang asyik.

Di sudut lain yang sepi dan sempit, segerombol anak muda dengan diam-diam meniru kebiasaan nyimeng dan fly seperti yang biasa dilakukan musisi rock 'n roll saat itu. Di daerah Balubur, sampai ada sebuah gang yang dinamakan gang Stun, karena dulunya sering dipake nyimeng bareng-bareng sambil mendengarkan lagu-lagu stun. Stun (Stones) pun dikenal secara internasional sebagai bahasa slang untuk kegiatan nyimeng.

Anak-anak seumur kami pun asyik ber-stun-stun-an. "stun A, Stun B, Stun C, lariiii, sembunyi...", adalah bagian dari permainan kucing-kucingan. Belakangan beranjak remaja, saya baru tahu kalau Stun A-Stun B-Stun C adalah pelesetan, Di mana bila ada band kampung manggung di acara 17-an, bagaimanapun gayanya, selalu diminta untuk membawakan lagu Rolling Stones. " Stun A, Stun A!!!", demikian teriak para penonton kampung terhadap band kampung yang main di acara 17-an di kampung. Salah satu yang kuingat, saat itu di kampungku sebuah band kampung dengan pede meniru gaya personil Rolling stones saat manggung. Mulai dari kostum hingga stage attitude. Tapi yang mereka bawakan adalah lagu Nusantaran-nya Koes Ploes dan Borobudur-nya Julius Sitanggang (Hey, bagaimana kabarnya Abang satu ini?)

Hampir seperempat abad kemudian, tepatnya tahun 2002, EMI meluncurkan double album Forty Licks, berisi 40 lagu terbaik dan klasik dari Rolling Stones. Di sticker yang tertera di kaset berbunyi, "For the first time ever! The Definitive Rolling Stones Collection. 40 Remasteres Stones Classics Including 4 brand new songs". sampul berwarna dasar putih dengan gambar "letah Ngelel" berwarna-warni dan yang satunya judul lagu-lagu dalam double album itu.

Yeah, Rock 'N Roll is back baby. Aroma era 60-70an kembali meruyak seiring terdengarnya lagu-lagu Stones dari album 40 Licks. Walau menurut saya, Forty Licks tidak cukup memuaskan karena ada beberapa lagu yang tidak masuk kompilasi. Padahal dalam hemat saya lagu-lagu itu pantas dimasukkan dalam kompilasi itu untuk selanjutnya diperkenalkan pada generasi muda penerus bangsa RockNroll. sebut saja Dead Flower dari Album Sticky Finger, Sitting on A Fence, Suzy Q, Route 66. Yang sangat menyedihkan, Confession The Blues, Little Red Rooster yang sangat nge-blues tidak masuk, Padahal lagu-lagu itu adalah lagu klasik yang sangat RockNRoll dan mempengaruhi banyak lagu di kemudian hari.

Tapi memang seperti apa yang ditulis David Wild dalam pengantarnya "To some Forty Licks may be just some sort of pretty package, a handy souvenir, a convenient bit of mass musical merchandise. But for who those... here the first time ever in one place is nothing less than the Rosetta Stone of rock 'n roll, a living Bible for bad boys and girls of all ages..." Album forty Licks-nya Rolling Stones memang lebih dari sekedar kaset, tapi juga panduan gaya hidup bagi Rock N Roll enthusiast.

Dari sisi fashion, penampilan trend fashion anak muda juga kembali bergaya vintage rocknroll. bercelana jeans ketat dan berkaus ketat, rambut dipolem (poni lempar) atau bergaya rancung-gondrongnya Keith Richard. bahkan di Bandung, yang saya tahu, ada satu grup band yang berdandan a'la rock 'n roll dan hair do a'la Keith Richard. Yang keren, seluruh personil band tersebut seragam bergaya demikian. What a pity...

Bahkan beberapa group band scene lokal Bandung pun beberapa di antaranya kembali membawakan rock 'n roll dengan taste dan pengaruh kental Rolling Stones. Sangat nyetun. Stun lokal.

Eternal Recurrence of All Thing. Setelah era hingar bingar Hard Rock-Heavy Metal-Grunge-GrindCore-Nu Metal-Hip Metal, kini kembali bergaya rock n roll. Sambil terkantuk-kantuk karena begadang setelah melembur sampai pagi, saya mencoba mengobati kekecewaan saya dengan mengkompilasikan sendiri lagu-lagu Rolling Stones yang menurut saya keren. Dan oh, terkumpul sedikitnya 65 judul lagu... Saya berharap akan ada kompilasi resmi 65 licks dalam 4 album. Siapa tahu, dalam rock n roll selalu banyak yang bisa terjadi. ya, siapa tahu. Yeah...

11.02.2006

It's Over

http://6ix2o9ine.blogspot.com

Sudah selesai tugasku di Balikpapan.
Semoga memberi banyak hikmah dan kesabaran buatku.
Juga kesadaran dan kesembuhan buat mereka yang tidak bisa menepati janji dan menendangku bagai anjing dari sana...

Semoga.

9.08.2006

Anakku 1 Tahun



http://6ix2o9ine.blogspot.com

Alhamdulillah. Semoga Alloh SWT senentiasa melindungi dan menjaga kami semua. Terutama mengingat amanat yang dititipkanNya pada kami. Amanat yang paling membahagiakan kami.

selamat ulang tahun anakku. Semoga Alloh meberimu keleluasaan usia dan limpahan rezeki, menjadikan kau anak yang penuh kasih sayang serta dilimpahi kesabaran dan keteguhan hati...

8.11.2006

WHAT I HATE

Apa yang aku benci di sini adalah ketidakjelasan. bila lama tidak jelas, mungkin secepatnya aku akan pulang... pulang ke rumah biar dekat dengan anak dan istriku. masalah rezeki, sudah diatur Alloh SWT. Walau mungkin harus kerja lebih keras. Debt Collector? Cuekkin aja...

Gempa, Tsunami. dan Lia Eden

http://6ix2o9ine.blogspot.com


Pangandaran, 17 juli 2006, sekitar pukul 15.30-16.00, luluh lantak dalam sekejap setelah diganyang gempa berkekuatan 6,8 SR dan tsunami. Bumi ini berderai airmata lagi...

03 Agustus 2006, dalam suatu malam yang sedang resahnya, duengg, saya teringat pada beberapa berita sebelum gempa dan tsunami itu terjadi.

"Sebelum amar putusan dibacakan majelis hakim, Lia Eden sendiri menyatakan supaya majelis membebaskannya dari hukuman. Alasan yang dikemukakan Lia Eden, perbuatannya selama ini atas perintah Tuhan pula untuk membebaskan bangsa ini dari berbagai bencana.

"Perkenankan saya memohon Pak Hakim membebaskan saja saya dari hukuman. Bangsa ini membutuhkan saya, agar tidak ada lagi bencana. Saya bersedia dihukum mati, kalau perbuatan saya nanti tidak terbukti," kata Lia Eden.

Ketua Majelis Hakim Lief Sofijullah tidak menanggapi permohonan Lia Eden. Kemudian Lief membacakan amar putusan. Lia Eden pun menyimak dengan seksama.

Usai mendengar vonis dua tahun penjara, Lia Eden minta kesempatan untuk mengemukakan "firman Tuhan". Di antaranya meliputi ungkapan Lia Eden tidak merasa bersalah dan mengecam putusan majelis hakim. "Allah akan menyuarakan kemarahanku!" kata Lia Eden.

Pada persidangan tersebut, tim pembela terdakwa kembali menyatakan keluar dari persidangan, karena permintaan penggantian majelis hakim tidak dipenuhi" Kompas Online WWW. Kompas.Com, Jumat, 30 Juni 2006

Sengaja dikutipkan beberapa paragraf akhir dari arsip berita yang dapat ditelusuri di belukar internet yang menyesatkan.

Pertanyaannya adalah: adakah korelasi antara gempa dan tsunami Pangandaran dengan "firman" Lia Eden dalam drama pengadilan yang dilaksanakan di Jakarta tanggal 29 Juni 2006? Sekitar 18 hari sebelum gempa dan tsunami itu terjadi...

saya juga ingin tahu, apakah Lia Eden dan pengikutnya bersorak satt mengetahui berita ini? Atau bersedih? Atau?


Seandainya saja saya tahu...

7.28.2006

Hobbit Dari Flores

http://6ix2o9ine.blogspot.com


FYI, asal tahu saja, kisah tentang Hobbit secara lebih komprehensif dapat dibaca di National Geographic Indonesia edisi perdana, April 2005. Fotonya mungkin masih dapat dilihat di nationalgeographic.com/magazine/0504. Secara ilmiah hobbit manusia dari Flores diberi nama Homo floresiensis, ditemukan pada tahun 2003 oleh sekelompok tim ahli dari berbagai negara (termasuk Indonesia). di sebuah tempat yang bernama Liang Bua. Hobbit sendiri merupakan nama yang diberikan berdasar nama seorang tokoh dalam film fiksi Lord of The Ring yang superkeren itu.

Untuk penentangan dan bantahan atas teori baru bahwa Hobbit adalah missing link bagi Homo sapiens, dapat dibaca di Harian Seputar Indonesia No. 321 Tahun ke-1/Sabtu 20 Mei 2006 Halaman 16 yang bersumber dari AFP.


Bantahan tersebut antara lain Hobbit adalah manusia Homo sapiens yang menderita penyakit microcephaly, yaitu kecilnya ukuran tubuh dan otak. Artikel bantahan tersebut juga merujuk pada majalah Science edisi 19 Mei (2006?). Artikel tersebut juga bahwa peralatan yang ditemukan bersama kerangka "Hobbit" dianggap terlalu kompleks untuk bisa dibuat maahluk dengan volume otak sebesar itu.


Artikel di Sindo yang mengutip pernyataan-pernyataan James Phillips, antropolog dari Field Museum Chicago, dari majalah Science juga menyatakan bahwa sangatlah tidak mungkin ada spesies manusia yang berbeda hidup di kawasan timur Indonesia itu, sebab pada masa itu Spesies Homo sapiens sudah menetap di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Flores.


Demikian. Just check it out later.

tulisan ini pernah didistribusikan dalam mailing list blue hikers fsup 30 mei 2006

Bila ada Da Vinci Code Versi Muslim

Selain membaca Da Vinci Code, saya juga kebetulan bisa mendapati buku Fakta dan Fiksi dalam The Da Vinci Code yang ditulis Steven Kellemeier yang diterbitkan oleh Optima Press. Apa yang dikemukakan Santi, ditulis dengan lebih detail dalam buku tersebut. Termasuk kutipan-kutipan Injil dan fakta-fakta sejarah Kristen yang diakui Gereja (Vatikan).

Namun saya ingin mengemukakan hal lain. Misalnya, bagaimana bial ilmu simbologi a'la Profesor Robert Langdon bisa diaplikasikan oleh ummat Muslim di Indonesia untuk kembali mendebat sejarah panjang tentang fakta dan fiksi dalam penyebaran Agama Islam di Indonesia. Misalnya saja, sepanjang yang saya ketahui di dalam Islam, pagan atau musrik adalah bid'ah (heretic/inggris) bidaah /kristen) yang sangat besar. Makanya ayat pertama surat Al Iklash menyatakan bahwa "Alloh/Tuhan itu Esa" Satu. Mono.Eka.

Perjalanan Islam di Tatar Sunda dan Jawa dan Nusantara pada umumnya, awalnya adalah sebuah penetrasi ke lingkungan masyarakat politheisme Hindu. Hingga saat ini, jejak-jejak politheisme (pagan) masih bersisa pada tarian, kebiasaan, bahkan sinkretis dengan ajaran agama. Di daerah Sumedang, tepatnya di Rancakalong, ada tradisi hajat bumi "ngalaksa" berbentuk pesta panen. Pada awalnya, menurut penuturan, ngalaksa ini ditujukan sebagai penghormatan pada Dewi sri atau Dewi Kesuburan atar keberhasilan panen padi. Penghormatan terhadap Dewi Sri ini juga mungkin salah santu bentuk pagan, yang kemudian sekarang beralih menjadi pesta panen biasa yang merupakan pesta sykuran terhadap Tuhan yang Esa.Simbol Dewi Sri sudah menghilang digantikan pemahaman berdasar agama Islam (yang monotheis), namun bentuk-bentuk ritualnya masih dilaksanakan dengan tertib.


Contoh lain, tradisi wayang kulit atau wayang golek adalah upaya para wali untuk mendistribusikan agama Islam di Jawa melalui media kesenian dan pemahaman masyarakat pada waktu itu. Pada jaman awal penyebarannya, masyarakat di Pulau Jawa umumnya beragama Hindu, Budha, atau kepercayaan terhadap Sanghyang Tunggal (Sunda Wiwitan) yang monotheis, tapi mengenal pula dea-dewi rendahan seperti Pertiwi (ibu bumi, dari khasanah Hindu, Pertevi), Dewi Sri (dewi padi), Mbah Jambrong (penguasa Angin) dll. Sampai sekarang, sinkretisme tersebut masih berjejak dalam kesenian wayang golek atau kulit. Media wayang, walau ditentang juga oleh sebagian umat Islam yang menginginkan kemurnian pengajaran agama, sampai sekarang masih dapat disaksikan di TV-TV atau di pertunjukan-pertunjukan.


Bagi masyarakat nelayan di Pantai selatan misalnya, jejak-jejak sinkretisme agama Islam dengan pagan dapat dilihat pada pesta laut. Biasanya perayaan pesta laut untuk meminta berkah dan keselamatan dari Tuhan via persembahan pada Ratu Laut Kidul. Sedangkan dalam bentuk tarian, masyarakat pesisir Pangandaran mengenal tari ritual Ronggeng Gunung yang pada intinya penghormatan pada ibu bumi seperti yang diceritakan Brown dalam The Da Vinci code. Hanya saja secara teknis, tarian ini hanya diikuti oleh satu orang perempuan yang berdiri di tengah lingkaran para lelaki yang menari mengelilinginya. Perempuan lain di lokasi tari ritual adalah sinden. Sisanya laki-laki. Bagi yang ingin melihat tarin ini, mungkin bisa menanyakan dokumentasi videony di UKM Lises yang taun 1997 lalu pernah mendokumentasikannya.


Pandangan Islam sebetrulnya jelas bahwa aktivitas-aktivitas tersebut adalah bid'ah. Namun entah kenapa, banyak juga yang masih mempertahankannya. Yang jelas, kalu du Pesta laut dan Hajat Bumi, biasanya dikelola Dinas Pariwisata setempat untuk menarik wisatawan dan tentu saja rupiah....


Seandainya saja Profesor Robert Langdon beraksi di Indonesia untuk mengungkap jejak pagan pada agama Islam di Indonesia. Bisa berahsilkah dia? Entah juga...

Demikian...

tulisan ini pernah didistribusikan dalam mailing list blue hikers fsup tanggal 6 juni 2006
HUMAN, ALL TOO HUMAN


Human, all too human 1). Bagaimana tidak, segala hal harus selalu berdasar pada manusia dan kepentingannya. Pola fikir cartesian 2). dan antroposentris yang didedahkan Descartes sebagai cogito ergo sum, selalu menempatkan manusia sebagai subyek-yang-berfikir dan menempatkan selain manusia sebagai obyek-yang-tidak-berfikir. Manusia kemudian menobatkan dirinya sebagai, uh, hell yeah, penguasa alam semesta.

Human, all too human. Cara berfikir demikian memang kemudian melahirkan banyak pemberani. Para pemberani yang demikian rasional, yang selalu menolak apapun yang tidak ada di dalam fikirannya. Cogito ergo sum, aku berfikir maka aku ada. Para pemberani yang ingin menunjukkan pada dunia bahwa mereka ada, eksis, karena merasa telah berfikir dan bertindak benar.


Para pemberani itu menjelajah berbagi pelosok negeri, merasuki dalamnya samudera, mendaki tingginya gunung, menjelajah luasnya angkasa, serta mencari tempat-tempat terpencil yang tidak ada dalam peta untuk berbagai kepentingan. Hutan yang lebat dan angker pun dirambah, untuk kemudian diranjah, dan disulap menjadi negeri yang makmur gemah ripah loh jinawi. Seperti dalam cerita Mahabarata, saat Bima sang perkasa membabat habis Alas Amer untuk menemukan ajian Naga Percona. Lalu, hutan yang telah gundul tersebut lambat laun berubah menjadi suatu negeri yang dikenal sebagai Amartapura.


Tidak pernah diceritakan bagaimana nasib satwa atau berbagai tumbuhan yang terpaksa harus lari atau menjadi martir, sahid, akibat dihajar keperkasaan Bima. Hal yang sama juga terjadi saat berdirinya Athena, Roma, Moskow, Beijing, Washington DC, Jakarta, Bandung, Surabaya, Banda Aceh, Balikpapan, Ciamis, Garut, Tasikmalaya dan sebutlah semua nama kota yang ada di dalam peta atau di ensiklopedia termutakhir. Kota-kota itu dibangun oleh Bima-Bima lain dengan menghancurkan hutan-hutan.


Atau, bermainlah game komputer yang berjudul Age of Empire II dari Microsoft, Warcraft III: Reign Of Chaos dari Blizzard Entertainment, atau game-game strategi lainnya yang mengisahkan betapa rakusnya peradaban manusia akan sumber daya alam. Untuk berperang atau berdagang, manusia perlu biaya. Biaya bisa didapat dari tambang emas atau dengan cara membabat hutan. Kemudian hasil tambang dan hasil hutan dipakai untuk membangun peradaban. Semakin tinggi peradaban semakin kuat perekonomian, dan semakin maju ilmu pengetahuan. Untuk kemudian melahirkan peperangan antar ras antar bangsa atas nama imperialisme.


Tidak pernah diceritakan dalam game-game tersebut bila manusia menanam dan merawat hutan, yang ada hanya menghancurkannya. Perkecualian dalam Warcraft III: Reign of Chaos, hanya bangsa peri (Elf) yang mau merawat hutan. Mereka tidak pernah menebang pohon yang memang menjadi bagian dari dirinya. Mereka bisa memanfaatkan potensi hutan tanpa menghancurkannya. Permasalahannya adalah, peri bukan manusia dan mereka tidak pernah ada di dunia nyata.


Seperti halnya dengan banyak kasus di Kalimantan. Pulau yang ‘dikuasai’ oleh Indonesia, Malaysia, dan Brunai Darussalam ini masih menggemakan dirinya sebagai pulau hutan. Luasnya hutan di Kalimantan masih mengalahkan luas pulau Jawa. Dulu hampir 100% pulau ini merupakan hutan lebat, hutan hujan tropis yang sangat-sangat ‘hutan’. Hutan yang ‘hutan banget gitu lho’.


Tetapi seiring kedatangan para pemberani yang datang untuk mencari sumber minyak dan batubara, para pendakwah agama, para politikus, para penjelajah, para pecinta alam, para peneliti, para petani, transmigran, guru, polisi, tentara, bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak, berkuranglah hutan hujan Kalimantan dengan sangat drastis. Isi hutan yang kaya dengan berbagai satwa dan tumbuhan berubah menjadi desa-desa, ladang-ladang, kebun kelapa sawit, tambang batubara, kota-kota, atau menjadi tanah yang hanya bisa ditumbuhi alang-alang. Kayu-kayu hutan menjadi bagian dari rumah-rumah mewah di Jakarta dan kota-kota lainnya. Bahkan Perhutani, yang seharusnya mengelola hutan sesuai proporsi dan kebutuhan alam, dengan bangga menempatkan tunggul kayu dari hutan jarahannya di Kalimantan sebagai hiasan dan prasasti di gedung mereka yang megah di Jakarta.


Human, all too human. Apapun selalu dilakukan berdasar kepentingan manusia. Tidak pernah dikisahkan kemudian, bagaimana nasib satwa-satwa hutan, yang sebetulnya merupakan ‘pemilik’ asli hutan-hutan tersebut. Bahkan, selain satwa dan tumbuhan, kelompok manusia lainnya pun tergusur dari hutan. Entah apa dan bagaimana nasib orang Dayak, orang Baduy, orang Kubu, orang Anak Dalam, orang Indian tanpa hutan. Apakah mereka akan punah juga seperti Harimau Jawa atau Badak Jawa? Entahlah.


Hal yang pasti, hutan hujan di Kalimantan kini sedang terancam oleh keserakahan dan kerakusan manusia. Sialnya lagi, karakter tanah Kalimantan sangat tidak memungkinkan untuk reboisasi hutan seperti yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah. Bila pulau Jawa kini sudah kehilangan hutan, maka Kalimantan terancam mengalami nasib yang sama di masa yang akan datang. Maka bila ada pendapat yang mengatakan bahwa Kalimantan akan berubah menjadi padang pasir, pendapat itu benar. Kecuali bila para manusia mau mengalah untuk kepentingan lain di luar kepentingannya sebagai manusia…


1). Human, too human, adalah istilah yang diperkenalkan filsuf Jerman akhir abad XIX, Nietzsche dalam buku Ecce Homo, saat menyoroti perilaku manusia dan menguatkan konsep Nietzche tentang manusia yang sempurna. Diterjemahkan oleh ST. Sunardi sebagai ‘manusia terlalu manusiawi’.


2). Manusia adalah subyek dan lainnya hanyalah obyek.


surrender mean never go home

surrender mean never go home. jangan menyerah kawan. anak dan istri menunggu kamu pulang dengan cerita keberhasilan. setidaknya, mereka menunggu kamu pulang dengan cerita-cerita pemberontakan melawan nasib dan mungkin takdir.

surrender mean never go home. mari merebut keseimbangan...